bendera

Jumat, 29 Maret 2024    13:53 WIB
MEDIA INDONESIA NEWS

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

OPINI
 


Optimalkah PPKM Darurat?


Tim Red,    26 Juli 2021,    14:22 WIB

Optimalkah PPKM Darurat?
Daddy Rohanady

oleh: Daddy Rohanady

Antara Perut dan Maut

Mediaindonesianews.com: Hampir semua pedagang kini meradang mereka merasa bernasib sama, otak mereka diperas agar tabungan dan isi rumah tidak terkuras, repotnya yang tak punya tabungan, bantuan yang ada pasti tak cukup apalagi kalau larangan diperpanjang bagaimana menyambung hidup kalau dagang dilarang?
memang tidak boleh putus asa. Jika tak ada jalan keluar? solusi seakan buntu dilarang berkerumun dan semua dibatasi tapi perut harus diisi mereka butuh makan maka tetap harus ada jalan jangan menunggu amuk rakyat kalau itu terjadi, birokrasi tak lagi punya arti karena pilihannya antara hidup dan mati, kalau terus dibiarkan rakyat tak lagi punya pilihan, mereka bisa turun ke jalan
tapi bukan jalan-jalan, mereka jadi demonstran semoga cobaan berat ini segera berlalu, sampai kapan bisa bertahan juga tak ada yang tahu kalau sudah berkaitan dengan perut semua tak lagi takut maut.

Itulah sekilas gambaran situasi yang berkembang belakangan ini. PPKM Darurat memang sudah berakhir pada 20 Juli 2021 lalu berbarengan dengan Idul Adha 1442 H. Penerapan kebijakan tersebut di satu sisi sukses mencegah pergerakan masyarakat yang semula dikhawatirkan akan pulang kampung.

Banyak pejabat sudah menyatakan bahwa PPKM Darurat berhasil menekan angka peningkatan jumlah terkonfirmasi covid-19. Angka-angka yang dipublikasikan memang mendukung semua itu. Belum lagi persentase angka keterisian tempat tidur di setiap rumah sakit yang terus turun. Semua itu memperkuat argumentasi keberhasilan PPKM Darurat.

Kini era berganti. Presiden Jokowi mengubahnya menjadi PPKM berlevel. Mayoritas wilayah pun menerapkan kebijakan wilayahnya di level 4. Sebenarnya, tidak terlalu banyak perbedaannya antara PPKM Darurat dengan PPKM level 4. Hanya ada beberapa bagian yang dilonggarkan. Pada intinya, tujuannya memang sama, yakni mengurangi kemungkinan penyebaran covid-19 secara lebih meluas.

Di satu sisi tujuan kebijakan yang diambil pasti dipahami masyarakat. Namun, ada hal yang tak bisa kita abaikan pula. Itulah yang coba saya tuangkan dalam deretan kata di awal tulisan ini. Pada dasarnya manusia memang butuh sehat, tetapi dia juga butuh makan.

Andai kemudian kebijakannya seratus persen tak boleh berjualan, saya khawatir ini menjadi kebijakan yang kontraproduktif. Di satu sisi kita ingin memperhatikan kesehatan, tanpa mengabaikan sisi recovery ekonomi. Namun, sekali lagi misalnya, andai dilakukan pelarangan berjualan secara total, pasti di sana sini akan banyak perlawanan.

Betapa tidak, para pedagang asongan, misalnya, pasti tidak setuju dengan PPKM Darurat. Mereka mayoritas baru bisa makan dari hasil penjualan hari itu. Bagi mereka, makan tidaknya hari itu --atau maksimal besok-- sangat bergantung pada hasil penjualan hari ini. Lantas, apa yang akan terjadi jika mereka dilarang berjualan?

Secara sederhana, kita bisa menjawab dengan mudah. Mereka akan melakukan penolakan. Mereka akan tetap berjualan. Itu semua mereka lakukan demi keluarganya. Bagaimana mungkin seseorang akan membiarkan keluarganya tidak makan?

Bansos? Bukankah sudah dinyatakan bahwa besarannya Rp600.000 per keluarga per bulan. Andai suami-istri sebuah keluarga hanya satu yang jadi tulang punggung (mencari uang), berarti mereka berdua harus menggunakan dengan berhemat karena jatahnya Rp20.000 per hari.

Lalu bagaimana, misalnya, kalau mereka harus membayar listrik dan PAM minimal. Apalagi kalau mereka mempunyai anak sekolah. Pulsa untuk anaknya harus dibayar pula. Berarti besaran biaya mekan mereka per hari menjadi jauh lebih kecil lagi. Itu untuk mereka yang mendapat bansos.

Bagaimana dengan keluarga yang tidak mendapat bansos? Mereka bisa dipastikan akan tetap berdagang atau melakukan kegiatan lainnya yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka juga pasti menyadari risiko yang harus ditanggung. Jadi, kebijakan kita harus dipikirkan secara matang. Karena, seperti akhir deretan kata-kata saya di awal tulisan ini, kalau sudah berkaitan dengan perut, semua tak lagi takut maut.

Penulis adalah: Anggota DPRD Provinsi Jabar




banner
NASIONAL
img
Jumat, 29 Maret 2024
Jakarta - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto menghadiri buka puasa bersama dengan Presiden RI Joko Widodo beserta para Menteri Kabinet Indonesia Maju, bertempat di Istana Negara, Kamis (28/3/2024).   Turut hadir
img
Jumat, 29 Maret 2024
Afrika - Dalam rangka mempererat silaturahmi dan hubungan kerjasama antar Kontingen di Minusca, Komandan Satgas Kizi TNI Konga XXXVII-J Minusca Letkol Czi Ibnu Muntaha, M.han kunjungi Camp Bhutan QRF. Bangui,
img
Kamis, 28 Maret 2024
Jakarta - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto menghadiri acara pembukaan Kongres Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmabudhi) ke-XII Tahun 2024 dengan tema" Kepemimpinan Berkelanjutan Menyongsong Indonesia  Emas 2045" yang dibuka
img
Kamis, 28 Maret 2024
Jakarta - Kepala Pusat Penerangan TNI (Kapuspen TNI) Mayjen TNI Dr. Nugraha Gumilar, M.Sc., didampingi Kabidpenum Kolonel Laut (P) Agung Saptoadi, Kabid MC Kolonel Sus Aidil dan Kabidpeninter Letkol Cba
img
Rabu, 27 Maret 2024
Jakarta - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, S.E., M.Si. memimpin Acara Laporan Korps kenaikan pangkat 29 Perwira Tinggi (Pati) TNI, bertempat di Aula Gatot Soebroto, Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta
img
Rabu, 27 Maret 2024
Jakarta - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, S.E., M.Si. memimpin Upacara Serah Terima Jabatan (Sertijab) Irjen TNI, Danjen Akademi TNI, Kabais TNI, dan Aslog Panglima TNI yang berlangsung di

MEDIA INDONESIA NEWS