Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Jakarta-Mediaindonesianews.com: Kebijakan pemerintah yang membuka keran ekspor pasir laut ditanggapi Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo) karena dari kebijakan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya pendapatan nelayan dan pengusaha yang bergerak di bidang perikanan.
"ini bisa merugikan nelayan dan pengusaha kita yang notabene adalah bangsa kita sendiri," ujar Ketua Umum Asprindo H. Jose Rizal, Sabtu (3/6).
Menurut Jose selain berkurangnya hasil tangkapan nelayan dampak lainnya adalah rusaknya ekosistem yang ditimbulkan oleh aktivitas pengambilan sedimen pasir itu.
"Sudah pasti, sumber daya ikan di sekitar wilayah pengerukan pasir itu akan berkurang. Sehingga nelayan akan selalu menderita kerugian saat melaut karena hasil yang didapatnya tidak akan sebanding dengan biaya yang dikeluarkannya. Nelayan-nelayan ini siapa, kan bangsa kita sendiri," katanya.
Jose berharap Presiden Jokowi membatalkan kebijakan yang dinilainya tidak berpihak pada rakyat Indonesia itu.
"Tolonglah pak Presiden, jangan buat nelayan kita semakin tidak berdaya," pungkasnya.
Sebelumnya, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Rignolda Djamaludin memperingatkan bahaya dari sedimentasi yang dilakukan alat atau mesin yang dapat merusak ekosistem laut.
“Justru dengan adanya sedimen dalam kondisi tertentu, itu yang alamiah kemudian diubah. Maka biasanya kalau proses seperti itu yang terjadi, ada bagian pantai lain yang kemudian tergerus atau bagian perairan lain yang akan tergerus, itu kekhawatiran yang pertama,” kata Rignolda kepada awak media, Rabu (31/5).
Ia menjelaskan ketika sedimen tersebut diangkut maka lingkungan di sekitar perairan tersebut kualitasnya akan menurun karena bahan-bahan alamiah yang dibutuhkan untuk keseimbangan ekosistem akan hilang terkuras.
“Kalau kita merubah kontur perairan dengan mengambil materi, merubah profil dasar perairan, sudah pasti dinamika oceanografinya berubah, apalagi di wilayah yang ada pulau kecil,” ungkapnya.
Lebih lanjut Rignolda mengatakan bahwa, kebijakan yang mengatur mengenai pengolahan sedimentasi perlu dikaji dengan hati-hati, karena akan sulit untuk membuat uji model untuk peraturan yang diusung pemerintah karena dinamika wilayah pantai dan daerah pesisir dangkal yang beragam.
“Biasanya itu sulit dipenuhi karena dinamika di wilayah pantai atau di daerah-daerah yang relatif dangkal yang diambil materinya itu sulit untuk dibuatkan modelnya secara baik. Kalau itu konsepnya adalah penyehatan karena adanya sedimentasi. Kalau sedimen itu berasal dari penggerusan di garis pantai, justru yang harus dilakukan adalah bagaimana kita mengendalikan proses abrasi yang terjadi di pantai dengan misalnya coastal engineering atau yang lain,” papar Rignolda.***