Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Jakarta – mediaindonesianews.com: Dalam beberapa tahun ini pemerintah Indonesia telah menjadi negara yang mengimpor bahan pangan dari negara lain seperti beras, gandum, kedelai dan lain lain, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mengalami krisis bahan pangan. Produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan nasional sehingga harus mengimpor, ironisnya akibat dampak pandemi covid-19 ini Badan Dunia FAO juga telah mengeluarkan warning bahwa dunia akan menghadapi krisis pangan.
“Yang harus diwaspadai adalah tindakan dari negara pengekspor bahan pangan yang suatu saat menyetop ekspor mereka ke luar negeri karena mengutamakan kebutuhan dalam negerinya. Kalau ini terjadi, maka bahaya besar akan menimpa bangsa ini karena tidak tersedia bahan pangan yang cukup. Kelaparan akan terjadi dimana mana. Rakyat mau makan apa ?” ujar Ferdinand Situmorang Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu dalam siaran pers nya yang diterima redaksi mediaindonesianews.com, Jum’at (2/10).
Menurut Ferdinand, salah satu program strategis pemerintah memperkuat ketahanan pangan adalah membuat food Estate di wilayah Kalimantan Tengah dengan luas lahan sekitar 1,45 juta Hektar dilahan ex PLG (Pengembangan Lahan Gambut). Program ini dinilai tidak bisa menyelamatkan krisis pangan karena pembukaan lahan baru tersebut memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk pekerjaan Land Clearing saja bisa 4 tahun baru tuntas. Asumsinya, dengan menggunakan satu peralatan traktor untuk satu hektar bisa lima hari. Kalau dikerjakan seribu unit traktor berarti dapatnya seribu hektar perhari.
“Dengan demikian, untuk mengerjakan Land Clearing dengan luas 1,4 juta hektar memerlukan waktu 1.400 hari, atau lebih kurang 4 tahun. Belum lagi pembangunan infrastruktur, penelitian tanah, pembangunan irigasi dan penyiapan tempat tinggal para pekerja. Maka kita akan mengetahui berhasil atau tidaknya pertanian tersebut setelah 6 tahun.” Katanya.
Kalaupun Kalimantan Tengah, lanjut Ferdinand, dijadikan Food Estate, sebaiknya dikerjakan dilahan yang sudah produktif saja, lahan yang sudah menghasilkan padi selama ini. Lahan itu saja dioptimalkan, sedangkan untuk lahan baru sebaiknya diabaikan saja untuk sementara ini. “Kami kuatir, untuk lahan baru ini nanti hanya mengambil kayu saja, tapi pertaniannya justru gagal.” ulasnya
Lebih lanjut Ferdinand menjelaskan, kalau beras impor tidak ada dan produksi beras dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan pangan nasional, bahaya besar akan menimpa bangsa ini. Oleh karena itu dalam jangka pendek pemerintah harus menggenjot pertanian kita agar kebutuhan pangan tercukupi dan tidak perlu impor lagi.
“Konsep pak Prabowo selaku penanggung jawab untuk proyek food estate ini, jelas keliru. kami menganggap ini sebagai proyek hayalan. Selain memerlukan waktu yang cukup lama untuk pengerjaannya dan anggaran yang sangat besar, ini juga berpotensi menjadi bancakan dari kalangan tertentu untuk kepentingan politik. Disisi lain, tidak ada jaminan bahwa pertanian dilahan yang baru ini bisa berhasil karena dulu ketika di era kepemimpinan pak Harto pernah menggarap pertanian dengan membuka lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah tapi gagal. Kok masih mau mengulang kesalahan masa lalu ?” urainya.
Ferdinand menjelaskan, kalau pun proyek ini tetap dilakukan, bukan untuk kepentingan jangka pendek, tapi kepentingan jangka panjang. Oleh karena itu, lebih baik pemerintah mengoptimalkan pertanian di pulau Jawa, Lampung, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan yang selama ini merupakan daerah lumbung pangan di indonesia.
“Pertanian di Sumatera Utara akan menjadi lumbung pangan di pulau Sumatera, lahan Pertanian di Sulawesi Selatan menjadi lumbung pangan untuk wilayah Indonesia Timur dan lahan pertanian di pulau Jawa menjadi lumbung pangan di wilayah Pulau Jawa dan beberapa daerah lain yang dekat dari Pulau Jawa.” paparnya
Ferdinand juga menyarankan bahwa lebih baik anggaran untuk pembukaan lahan baru ex PLG tersebut dialihkan dan digunakan untuk pekerjaan padat karya di lahan pertanian Sumatera Utara, Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. Pemerintah memberi subsidi pupuk kepada para petani, membuat proyek padat karya dengan mempekerjakan para petani supaya mereka mempunyai penghasilan selama proses bercocok tanam hingga memanen. Jadi tidak perlu mengirim transmigran ke Kalimantan Tengah.
“Semua BUMN yang bergerak dibidang pangan, termasuk Perusahaan Pupuk dan Bulog supaya diberdayakan secara maksimal untuk mendukung program peningkatan pangan tersebut dengan mengerahkan semua sumberdaya yang dimiki untuk meningkatkan produksi dan distribusi ke seluruh wilayah nusantara.” Pungkasnya (ips/benz25)