Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Jakarta-mediaindonesianews.com: Presiden Joko Widodo memberikan sejumlah arahan saat membuka secara resmi Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 4 Maret 2021. Selain meminta agar perdagangan digital dikelola dengan baik, Presiden juga meminta agar Kementerian Perdagangan memiliki kebijakan dan strategi yang tepat untuk mengembangkan pasar produk nasional Indonesia. Dengan mendukung program Bangga Buatan Indonesia. Pusat perbelanjaan, mal di Jakarta sampai ke daerah, harus didorong untuk memberikan ruang bagi produk-produk Indonesia, khususnya UMKM.
“Jangan sampai ruang depan, lokasi-lokasi strategis justru diisi oleh brand dari luar negeri. Ini harus mulai digeser, mereka digeser ke tempat yang tidak strategis. Tempat yang strategis, lokasi yang baik berikan ruang untuk brand lokal,” jelas Presiden.
Pengamat Sosial Politik Nasional Dr. John N. Palinggi, MM., MBA menyambut baik permintan Presiden Joko Widodo untuk mencintai produk dalam negeri, langkah tersebut sangat bagus dalam rangka kemandirian bangsa. Sebab, selama ini hampir semua sebagian pengadaan barang jasa pemerintah itu menggunakan produk dari luar negeri.
"Kenapa mereka gampang beli produk luar negeri karena gampang meraup harga melalui invoice yang dikirim. Sementara kalau menggunakan produk dalam negeri agak sulit memanipulasi harga. Jadi saya rasa permintaan Presiden Joko Widodo jauh sebelumnya, dari dulu pengadaan barang pemerintah sejak tahun 2000 itu sudah dijalankan dan berulang-ulang diganti” katanya
Lebih lanjut dikatakan bahwa, Pengadaan barang dan jasa pemerintah itu dimulai dari bahwa ada dulu keputusan Presiden yang berkaitan menentukan bahwa ada pengusaha kuat, pengusaha lemah.
“saya waktu itu Ketua Ardin menjabat 20 tahun, saya meminta kepresidenan supaya merubah istilah itu, karena pengusaha kuat, pengusaha lemah itu konotasinya ada istilah etnis" ujarnya kepada mediaindonesianews.com di Jakarta (17/3).
Diterangkan John, bahwa pertama dulu ada pengusaha pribumi dan non pri kemudian dirubah menjadi pengusaha kuat dan pengusaha lemah, jadi waktu ada berbau sara. John mengaku bahwa dirinya meminta supaya Sekretariat Negara merubah istilah tersebut.
"Jangan ada istilah tersebut karena kita membangun Bangsa ini berdasarkan Bhineka Tunggal Ika, tidak mengkotak-kotakan dan akhirnya dirubah menjadi pengusaha kuat, pengusaha lemah, pengusaha lemah adalah yang tergolong menengah kebawah, waktu itu belum ada unsur usaha kecil menengah dan pengusaha besar diwajibkan untuk memberikan pekerjaan sub kepada yang lemah serta harus mengikutsertakan koperasi dalam pengadaan barang dan jasa. Disitu muncul harus menggunakan produk dalam negeri. Tapi keputusan Presiden tersebut tinggal sebuah keputusan tidak ada satu penegasan, semua tetap mengadakan produk dari luar negeri, kemudian dirubah lagi, dari menyertakan koperasi menjadi usaha kecil dan menengah dengan batas modal sebesar Rp200 juta, namun dalam perjalannya, tidak nampak pembinaan dan lama-lama ditambahkan lagi dengan istilah menengah dan Mikro, uang begitu banyak digelontorkan tapi itu tidak jelas penyalurannya dan arahnya kemana," paparnya.
Menurut John yang juga menjabat sebgai Ketua Harian Badan Interaksi Sosial Masyarakat (BISMA) mengatakan bahwa, apa yang ditegaskan Presiden Joko Widodo sangat relefan karena dari dulu sudah ada penggunaan produksi dalam negeri dan itu keputusan Presiden namun tidak ditegakkan akhirnya kemandirian bangsa tidak ada.
"Kita tidak punya produksi sendiri mulai mobil dan sebagainya, hampir semua produk dari luar, belum lagi bicara teknologi berkaitan dengan informasi teknologi cyber dan lain sebagainya kita masih menggunakan produk luar negeri, sehingga ketahanan nasional lemah, karena produk yang kita pakai itu adalah produk luar negeri sehingga semua aktifitas negara dari keamanan itu tidak bisa dijamin karena terdeteksi," tuturnya.
Dari pandangan John, pesan Presiden sangat bagus agar ada kemandirian dalam produksi apapun guna kepentingan bangsa dan negara.
“kita tidak ada kebanggan apa pun, alat pertanian saja di produksi dari China. Sekali lagi saya salut dan bangga permintaan Presiden untuk mencintai produk dalam negeri tetapi harus diirigi dengan penegakan untuk menggunakan produksi dalam negeri, karena implikasinya dapat menciptakan lapangan kerja. Banyak yang mengaku produksi dalam negeri tapi sebetulnya merek luar negeri buat dalam negeri, ini kejahatan baru berlindung dalam produksi dalam negeri tapi tapi dikasih stempel dalam negeri,” katanya.
John berterus terang bahwa bangsa ini terjajah oleh produksi emport sampai tusuk gigi aja kita import. Bahkan tahun lalu Presiden Joko Widodo mengingatkan kepada Menteri Perdagangan, Dewan Penunjang Ekspor dihidupkan kembali untuk membantu UMKM agar bisa memperbaiki produksinya, membantu UMKM memperbaiki desainnya, membantu UMKM memperbaiki packaging-nya, sehingga kualitasnya menjadi lebih baik dan ini harus berkolaborasi dengan kementerian/lembaga dan institusi lainnya dalam rangka meningkatkan daya saing UMKM kita di pasar global.
“Dewan penunjang itu harus ada supaya sistim pembinaan digital bisa dilihat sewaktu-waktu dengan segmen sesuai dengan profesionalitasnya, jadi diklarifikasikan mana yang dibina, mana yang sudah bisa mandiri dan kelemahan dari pembinaan UKM itu adalah aspek pemasarannya tidak diciptakan,” pungkasnya. (LiaN)