Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Jakarta-mediaindonesianews.com: Jadi orang sukses itu kuncinya jangan pelit sama orang yang patut dibantu, dan yang utama pandai berterimakasih dan jangan menjelekkan orang lain dan yang paling penting, jangan melawan Pemerintah. Inilah kunci Ilmu yang disampaikan Pengusaha Dr. John N. Palinggi MM. MBA bila ingin menjadi pengusaha.
Menurut John Palinggi, memulai berusaha itu tidak langsung jadi pengusaha. Menjadi pengusaha itu berdasarkan pengalaman. Numpang sama orang dulu, dilihat bagaimana kerjanya, kemudian kita dapat spirit untuk menciptakan sesuatu yang terjual untuk menghidupi diri sendiri. Dari situ tercipta sambil belajar.
"Entrepreneur itu adalah manusia berani mengambil resiko, tetapi tidak langsung berani. Banyak mental anak negeri ini selalu dicampur baurkan ayat-ayat yang menurut agamanya, akhirnya gagal semua, karena tidak memikirkan bagaimana caranya untuk berhubungan dengan sesamanya," kata John kepada mediaindonesianews.com.
Bagi John, kelemahan pengusaha di Indonesia itu karena terlalu mendalami agama karena dia lebih kuat dengan sang pencipta, dan itu tidak salah, akan tetapi tidak kuat berhubungan dengan sesama. Tidak membangun jaringan yang baik.
"Dagang itu adalah seribu teman masih kurang satu, musuh terlalu banyak, harus banyak. kalau banyak saudara, teman itu sudah peluang, belum jadi uang. kita ulet, bisa dipercaya sudah mulai jadi uang. jadi setiap hari, lepas hari harus kerja keras," tuturnya.
Hingga saat ini diakui John Palinggi, dirinya sudah 44 tahun bisnis tanpa henti dan tidak pernah cacat di segala bidang, mulai dari perusahaan kayu Soeharto kemudian kontraktor, pengadaan barang, pengadaan senjata, hingga konsultan industri, dan sekarang konsultan investasi dari luar negeri khusus dari China.
"Ini saya kerjakan semua karena nasib saya baik, perusahaan kayu yang di Kalimantan itu walaupun pejabat punya tetapi penyandang dananya itu dari Tionghoa. semenjak itu saya diajar bagaimana dagang yang sebenarnya. Bekerja Negara Jepang, Inggris. Jadi ada tiga Negara. Kalau orang bule itu semua harus tertata tidak boleh ada yang miring, kalau ada miring sedikit out. Sementara pengusaha Tionghoa itu ada namanya sistim ada hal-hal yang diperkenankan yang menurut hal lazim ini bisa misalnya miring sedikit nggak apa yang penting lancar kerjanya. Sementara budaya di Jepang itu harus kerja keras, bekerja itu serius, tapi kalau sedang istirahat rileks benar," papar John yang juga menjabat sebagai Ketua Umum DPP Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (ARDIN).
Pengusaha ini mengibaratkan, bahwa rejeki itu datang dari delapan penjuru angin, tidak mengenal suku, agama, etnis, dan lapisan golongan. dan tidak mengenal ayat-ayat agama. Kata John menegaskan, jangan diimplementasikan ayat-ayat ajaran agama itu berbisnis, tapi terjemahkan isi dari kitab suci itu dalam kelakuan terhadap sesama misalnya dilarang mencuri dalam kitab suci mengasihi manusia seperti mengasihi dirimu sendiri, inilah yang di implementasikan dalam diri masing-masing. imbuhnya.
Menurutnya John Palinggi, moralitas kejujuran dirinya dapatkan dari orangtuanya, bila ingin menjadi pengusaha itu adalah orang yang timbul dari diri sendiri, atau karena situasi dan mau belajar. Karena kata John, menjadi pengusaha itu harus paham pemenang bukan karena tidak pernah kalah, atau tidak pernah gagal. Tapi tidak pernah menyerah. never give up.
"Ibaratnya hidup kita itu seperti gelas, ada air. Sering membantu sesama maka air itu akan terus bertambah untuk kebaikan. Kalau kita angkat tangan, Tuhan bantu air itu masuk . Dia tau kalau kita memberi. Jadi perinsipnya dasarnya, tidak ada orang diberi oleh Tuhan, kalau dia tidak pernah memberi," kata Anggota Dewan Analisis dan Strategis sekaligus pengajar intelijen di Badan Intelijen Negara (BIN) ini.
Lebih lanjut Dr. John N. Palinggi, MM.,MBA menjelaskan bahwa, dirinya merasa puas apa yang sudah Tuhan berikan kepadanya untuk memberi banyak orang, karena memberi itu baginya suatu kebahagiaan.
"Memberi itu adalah mendorong manusia untuk bisa bertahan hidup, memberi itu adalah kesadaran bahwa kita beradab pada tataran sama dengan manusia lainnya. Memberi itu adalah kesadaran bahwa itu perbuatan baik, dan perbuatan baik itu sifat Tuhan. Maka kita jalankan perintah Tuhan untuk berbuat baik. Di dunia ini, kalau kamu menanamkan kebaikan orang akan jawab itu dengan kebaikan, kalau kamu menanamkan kejahatan lambat laun kamu akan mendapat kejahatan," pungkas Ketua Harian Bisma.(LiaN)