Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Jakarta-mediaindonesianews.com: Bertepatan rangkaian Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) yang ke 63 tahun digelar diskusi Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat topik “Eksaminasi putusan prapradilan pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 75/Pid/Prap/2019/PN. Jkt.Sel. Telaah Yuridis Akademisi Kewenangan dan Ruang Lingkup Praperadilan” Selasa (2/10).
Narasumber dalam FGD tersebut, Dekan Fakultas Hukum UKI Dr. Hulman Panjaitan, SH., MH. Dr. Hendri Jayadi, SH., MH. Saor Siagian, SH., MH, praktisi hukum hadir sebagai pencari keadilan Devi Taurisa, SH., MH yang meminta pendapat dari institusi fakultas Hukum UKI, acara dipandu Moderator Tomson Situmeang, SH., MH.
Dalam penjelasannya pencari keadilan Devi Taurisa, SH, MH meminta pendapat dari institusi fakultas Hukum UKI atas kasus yang menimpa dirinya yang melanggar pasal 378, 373, 474, 263, 266, KUHP dan TPPU pasal 3, 4 dan 5. Dimana pada 6 Agustus 2018 Gelar Perkara peningkatan status menjadi tersangka tertuang dalam SP2HP ke 4 tanggal 27/8/2018. 19 Oktober 2018 laporan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan uang terhadap Nomor: 1695/X/X/ 2018/Resto Jakpus. Adapun persoalannya untuk berpatner untuk mendirikan suatu hotel. Dimana pembagiannya Devi 30 persen, beliau 70 Persen untuk operasional dijalan jalankan Bersama-bersama.
"Kejadian bermula pertengahan tahun 2016, kami dapat tegoran dari Bank dalam hal ini adalah sudah proses aidah alasannya sudah 1 tahun tidak melakukan inspolmen, otomatis kami kaget setelah kami berdikusi dengan anak terlapor satu sebenarnya ok melakukan gugatan perdata karena aidah yang tidak sah kami para derektur tidak ketahui adanya proses persetujuan tersebut," katanya mengawali kronologis.
Devi membeberkan, pada 3 April 2017 LP No. 1634 /IV/ 2017 PMJ/Ditreskrimum terlapor 1 dan telapor 2 ada 7 pasal 378, 373, 474, 263, 266, KUHP dan TPPU pasal 3,4 dan 5. 6 Aguatus 2018 Gelar Perkara peningkatan status menjadi tersangka tertuang dalam SP24P ke 4 tanggal 27/8/2018. 19 Oktober 2018 laporan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan uang terhadap Nomor: 1695/X/X/ 2018/Resto Jakpus.
Selanjutnya, pada 13 Novermber 2018 pengirim berkas kepada JPU Kejati DKI. Tertuang dalam SP2HPke 5 Tanggal 16/11/20218. Di 2 Februari 2018 ditahan di Rutan PMJ Nomor SP Han/ 139/ii/2019/Ditreskrimum. 8 Februari 2019 penagguhan penahan. 9 April 2019 P21/Nomor: 8-3189/0.1.4/Epp.1/04/2019.
"Untuk itu pada tanggal 11 juli 2019 membuat laporan ke Polda Metero terhadap mengenai memberikan keterangan palsu diatas sumpah (Nomor S.tap/1397/IX/2019/PMJ/Dit. Reskrimum), maka pada tanggal 16 September 2019 diterbitkan SP3 nomor S.
Tap/1397/IX/2019/Ditreskrimum. Terakhir 7 Oktober 2020 Putusan Nomor 0158/L/KY/IX/2019/Putusan Pelanggaran Kode Etik (Hakim: Praperadilan), tegasnya.
Pandangan disampikan Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Dr. Hulman Panjaitan, SH., MH menyampaikan bahwa, yakni fakta pertama adalah LP1634/IV/2017/PMJ/Ditrreskrimum. Kedua, pemalsuan, penipuan, penggelapan dalam jabatan, menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akte otentik dan TPPU (pasal 263 KUHP dan atau pasal 378 KUHP dan atau pasal 266 KUHP dan pasal 4, pasal 56 UU RI Nomor 7 tahun 2010 tentang TPPU). Ketiga, penyidikan/penyidikan. Empat, uji Labkrim = non Identik. Lima .Penahan. Enam, Penangguhan Penahanan. Tujuh, SP2HPNo B.3189/0. 1.4/Epp 1/04/2019 tanggal 9 April 2019 (berkas Perkara sudah lengkap) Untuk diserahkan ke Kejaksaan. Delapan, Pra Peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sembilan, Penghenntian penyidikan (S. Tap/1397/IX/2019.
"Inilah fakta hukum yang tidak bisa diingkari dari proses atau pidana yang dilaporkan. Permasalahan sekarang yang ingin saya bahas adalah, bagaimanakah perlindungan hukum kepada Pelapor atas SP3 yang dikeluarkan Penyidik. Kemudian Adakah upaya Hukum yang bisa dilakukan Pelapor untuk mempertahankan hak dan kepentingannya sebagai korban," tandasnya.
Jadi Upaya hukum oleh pencari keadilan menurut Hulman, SP3 hanya bersifat sementara (tidak permanen). Artinya, bila ditemukan bukti baru, SP3 bisa dibuka kembali. Bukti baru yang dimaksud disini, memang belum pernah disampaikan atau tidak diajukan dalam penyidikan awal. Menurutnya bukti baru yang bisa membuka SP3 ini bisa Legal opini dan kajian ilmiah yang dilakukan melalui metodologi ilmiah sehingga hasilnya dapat dipertanggjawabkan secara ilmiah.
Sementara Saor Siagian, SH., MH sebagai praktisi Hukum melihat kasus ini, tidak akan pernah kejahatan yang dialami Devi ini kemudian ditutup begitu saja.
"Saya kira tidak ada kesempurnaan kejahatan yang luar biasa kalau ini tidak diungkap. Artinya tugas penyidik sekarang sebenarnya diberitakan dalam UU. Oleh karena itu ini putus praperadilan, yang tidak menyangkut materi, soal bukti sudah lebih cukup sesungguhnya, bahkan sudah P21 artinya, Jaksa kemudian sudah memeriksa, sesungguhnya bukti sudah cukup. Kalau kita lihat proses kecukupannya tetapi fakta sering terjadi, bahwa peradilan kita banyak mafia. Ini harus kita katakan, karena ini fakta yang sedang terjadi," tegasnya. (lian)