Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Blora-Mediaindonesianews.com: Peringatan Hari Lahir Pancasila ke-80 di Kabupaten Blora, Jawa Tengah digelar dengan penuh makna di pimpin Bupati Blora, Dr. H. Arief Rohman, S.IP., M.Si di halaman kantor Sekretariat Daerah, Senin (2/6).
Dihadapan ribuan peserta dari unsur Forkopimda, TNI-Polri, ASN, pelajar, dan organisasi masyarakat yang hadir, Bupati Arief membacakan amanat Kepala BPIP, Prof. Yudian Wahyudi, yang menegaskan pentingnya menanamkan kembali Pancasila ke dalam setiap dimensi kehidupan.
“Hari ini bukan sekadar mengenang. Ini adalah panggilan untuk kembali meneguhkan jati diri bangsa di tengah dunia yang semakin kehilangan arah,” ujar Arief.
Menurut Arief, Pancasila bukanlah artefak sejarah. Ia adalah jiwa bangsa, yang menyatukan lebih dari 270 juta penduduk dari ribuan pulau, suku, bahasa, dan agama. Dalam sila-silanya terkandung nilai universal yang menjadikan Indonesia bukan sekadar negara tetapi peradaban yang hidup.
“Tanpa Pancasila, kita bukan hanya kehilangan arah, tapi juga kehilangan jati diri,” tegasnya.
Peringatan yang mengusung tema “Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya” ditegaskan sebagai respons atas disrupsi nilai yang terjadi di berbagai lini dari dunia pendidikan, birokrasi, ekonomi, hingga ruang digital yang semakin tak berbatas.
Pemerintah, lanjut Arief melalui agenda besar Asta Cita menuju Indonesia Emas 2045, menetapkan penguatan ideologi sebagai agenda mendasar. Arief juga mengingatkan, tanpa kompas nilai, kemajuan justru bisa membelokkan arah bangsa.
“Pertumbuhan ekonomi tanpa keadilan hanya akan memperdalam ketimpangan. Teknologi tanpa nilai bisa melahirkan generasi kehilangan nurani,” ujarnya.
Peringatan ini juga menjadi refleksi kolektif untuk mengembalikan Pancasila ke ruang-ruang nyata diantaranya. Pendidikan, Generasi muda harus dikenalkan pada Pancasila bukan hanya lewat pelajaran, tetapi lewat keteladanan dan praktik hidup. Birokrasi: Pemerintahan dituntut hadir dengan pelayanan publik yang berpihak pada rakyat, transparan, dan manusiawi. Ekonomi: Arus pembangunan harus dirasakan hingga lapisan terbawah. UMKM, koperasi, dan ekonomi rakyat wajib jadi garda depan dan Digitalisasi: Media sosial dan ruang digital harus dipenuhi etika, literasi, dan penghargaan atas perbedaan.
“Ruang digital tak boleh jadi tempat kebencian dan disinformasi. Kita harus menanamkan Pancasila bahkan dalam cara kita memberi komentar di dunia maya,” tandasnya.
BPIP dan seluruh elemen negara bergerak dalam satu frekuensi: membumikan Pancasila. Pelatihan ASN, penguatan kurikulum, hingga kolaborasi lintas sektor menjadi mesin penggerak. Tapi Arief menyadari, tugas ini tak mungkin dijalankan negara sendirian.
“Pancasila hanya akan hidup kalau ia dibela oleh rakyatnya. Dari tokoh agama sampai influencer, dari guru sekolah sampai kepala desa semua punya tanggung jawab moral yang sama,” katanya.
Dalam penutupnya, Arief menyerukan agar Hari Lahir Pancasila tak berhenti di tataran seremoni. Ia harus menjadi awal gerakan kebudayaan nasional yang mengakar.
“Kita tidak hanya ingin Indonesia yang hebat dalam statistik, tapi kuat dalam nilai. Kita ingin Indonesia yang disegani bukan karena senjatanya, tapi karena keluhuran budinya,” pungkasnya.
Peringatan di Blora menjadi refleksi nasional bahwa Pancasila bukan sekadar warisan leluhur, tetapi janji untuk generasi mendatang. Dan di tengah dunia yang semakin kehilangan arah moral, Indonesia tetap memilih berpegang pada kompasnya sendiri yaitu Pancasila. (Agn)