Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Blora-Mediaindonesianews.com: Pemerintah Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, meluncurkan inovasi sosial bertajuk "Sambong Rasa", sebuah program komunikasi langsung antara pemerintah dan warga dalam rangka menjaring aspirasi, memperkuat partisipasi publik, serta menjembatani kesenjangan teknologi informasi, Selasa (17/6).
Program yang dirancang untuk menjadi ruang dialog terbuka yang melibatkan tokoh masyarakat, pemuda, perempuan, hingga pelaku sektor pertanian secara langsung dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah.
“Inisiatif ini diharapkan menjadi jembatan komunikasi yang efektif antara pemerintah dan masyarakat, khususnya bagi mereka yang belum terhubung dengan teknologi digital,” ujar Camat Sambong Sunarno, S.Sos., M.Si., dalam sambutannya di Balai Desa Sambongrejo
Program "Sambong Rasa" juga menjadi medium sinergi lintas sektor dari TNI hingga penyuluh pertanian, masing-masing memaparkan perkembangan dan tantangan program yang sedang digarap.
Perwakilan Koramil Sambong, Bataud Rahtama, mengungkapkan bahwa, pihaknya optimis Program Makanan Bergizi (MBG) akan menjangkau seluruh wilayah Sambong bulan depan, meski saat ini baru menjangkau tujuh desa dan keterlibatan TNI dalam stabilisasi harga gabah petani melalui fasilitasi pembelian oleh BULOG dengan harga Rp6.500 per kilogram serta membuka ruang konsultasi bagi pemuda yang berminat bergabung dengan TNI.
Namun, Rahtama menjawab tegas saat tokoh masyarakat Parwoto mempertanyakan apakah TNI juga memfasilitasi penjualan jagung petani. “Kami fokus pada komoditas beras, sementara jagung menjadi kewenangan pihak Polri,” katanya.
Yeni, Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Sambong, menambahkan bahwa hingga saat ini BULOG Blora belum menerima jagung petani karena standar kadar air yang belum terpenuhi. Ia menyebut harga jagung basah Rp4.000 per kilogram sudah layak, namun harga ideal Rp5.500/kg untuk jagung kering dengan kadar air maksimal 14 persen masih sulit dicapai petani.
Sementara itu, Janurman, perwakilan pemuda tani, mempertanyakan kualitas benih bantuan dari DP4 Blora yang selalu berganti tiap tahun. Yeni menjelaskan bahwa perubahan ini mengikuti mekanisme e-Katalog nasional, di mana produk unggulan bisa hilang karena harga penawaran tidak kompetitif.
Diskusi berjalan dinamis dan berani, mengalir dari sektor pangan, pendidikan, sosial, hingga keagamaan. “Pola komunikasi seperti inilah yang menjadi semangat dari Sambong Rasa,” ujar Sunarno, mengapresiasi keterbukaan para peserta.
Pertemuan ditutup dengan sesi pemaparan dari Puskesmas Sambong, Kementerian Sosial, dan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sambong. Usulan dan masalah yang belum terjawab akan diteruskan sebagai rekomendasi formal ke instansi di atas secara berjenjang.
Kepala Desa Sambongrejo, Heru Prayitno, menyambut baik inisiatif ini. Ia membandingkan program tersebut dengan "Blora Menyapa" yang sebelumnya sukses membawa perubahan nyata di desanya.
“Program Sambong Rasa menjadi harapan baru, bukan hanya bagi Sambong, tetapi juga dapat direplikasi oleh daerah lain yang ingin membangun dari bawah melalui komunikasi yang tulus dan terbuka,” tandas Heru. (andiZ)