Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Jakarta- MediaIndonesiaNews.com : Munculnya kembali wacana tentang penghilangan hak pilih kepada ASN kerap kali ada saat pembuatan atau revisi regulasi pemilu. Karena itu, sebetulnya kajian sudah sangat cukup, terkait dengan plus minusnya, baik buruknya dan alasan substansial-nya. Dalam kerangka itu, maka dari persoalannya sekarang lebih kepada niat politik pembuat Undang-undang, apakah mau dihilangkan atau tetap seperti sekarang demikian dipaparkan Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow kepada mediaindonesianews.com, Kamis (17/9).
"Bagi saya, alasan jika mau dihilangkan sudah cukup banyak. Dan jika mau tetap, juga sudah sangat banyak. Namun jika tetap, tentu perlu ada penguatan pengaturan terkait potensi ketidak netralan dan yang lebih penting perlindungan terhadap kemungkinan dimanfaatkan oleh Kepala Daerah untuk menjalankan kepentingan politik praktis mereka dalam Pemilu,” katanya.
Menurut Jeirry, netralitas dan keberpihakan ASN dalam Pemilu itu bukan pada adanya hak pilih atau tidak. akan tetapi soal bagaimana niat, komitmen dan pembatasan itu ditegakkan dan dilaksanakan. Selain itu lanjut Jeirry, proteksi terhadap kemungkinan "dimanfaatkan" oleh kepala daerah tersebut. Tak adanya hak pilih bukan jaminan keberpihakan tak terjadi. Netralitas dan keberpihakan itu lebih kepada soal etik dan moral yang bersangkutan dan pihak yang mau memanfaatkan.
"Kalau niatnya memang ada, maka aturan dan sanksi tak akan efektif, itu yang terjadi selama ini, namun jika dilihat dari sisi ASN baik juga jika memang tak diberi hak pilih. Tak adanya hak pilih membuat hal ini tak perlu mengatur soal boleh atau tidaknya ASN terlibat atau berpartisipasi di dalam tahapan Pemilu, misalnya kampanye.” jelasnya
Lebih lanjut Jeirry menjelaskan bahwa, sebagai orang yang memiliki hak pilih, boleh saja ikut kampanye, tapi jika ikut kampanye maka ada potensi untuk melanggar prinsip netralitas ASN. Jadi tak adanya hak pilih akan membuat prinsip netralitas ASN makin kuat, secara kolektif birokrasi. Artinya, jiwa netralitas itu akan makin terbentuk sebab mereka tak perlu berpikir lagi soal siapa yang akan dipilih.
"Jadi ASN akan terfokus pada bagaimana menjalankan tugas birokrasi pemerintahan. Godaan untuk terjerat kepentingan politik pun akan lebih kecil sebab mereka tak bisa menentukan apa-apa," ujarnya.
Jeirry menambahkan, memang peran ASN untuk pemilu berkualitas sangat besar. Meskipun kualitas pemilu yang baik tak semata menjadi tanggung jawab ASN. Harus semua pihak yang terlibat dalam Pemilu.
"Tapi selama ini mungkin ASN tak fokus dalam meningkatkan kualitas Pemilu karena sering dimanfaatkan dan diperintahkan melakukan agenda politik Kepala Daerah. Sesuai yang sangat sulit ditolak dalam posisinya sebagai ASN. Nah, jika hak pilih tak ada, saya kira, selama pemilu berlangsung ASN bisa diberi peran untuk memikirkan dan mendorong peningkatan kualitas Pemilu sesuai tugas dan fungsi mereka, Mungkin baik jika kita mencoba opsi itu dalam revisi UU Pemilu yang sedang berproses di parlemen,” pungasnya. (LiaN)