Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Jakarta - mediaindonesianews.com : Banyak kalangan yang menyuarakan agar Pilkada tahun 2020 ditunda menginggat angka pandemi covid-19 di indonesia belum juga menunjukan penurunan, suara pendundaan datang dari kelompok pegiat pemilu, lembaga negara sampai kelompok keagamaan.
“Bagi kami, terlalu cepat kita menuntut penundaan Pilkada, tanpa melihat seberapa serius upaya kita dalam mengantisipasi dampaknya. Cara ini terkesan terlalu pasrah dan ingin menghindar dari kenyataan,” kata Jeirry Sumampow Koordinator Komite Pemilih Indonesia kepada mediaindonesianews.com,Kamis (24/9).
Menurut Jeirry, keselamatan rakyat penting sekali karena hal ini harus jadi perhatian dalam mengambil keputusan untuk tetap melaksanakan Pilkada serentak tahun ini.
“Pertanyaannya, apakah perhatian itu sudah kita laksanakan dengan baik? Disini perlu ada evaluasi untuk melihat dimana letak persoalannya. Bukan dengan buru buru mengusulkan penundaan Pilkada,” ungkapnya.
Penundaan Pilkada boleh saja, akan tetapi lanjutnya, jika tanpa melakukan evaluasi mendalam dan memetakan letak persoalannya hal tersebut merupakan sikap dan tindakan yang terlalu terburu-buru.
“ada enam respon wacana penundaan Pilkada yang digulirkan oleh beberapa kalangan, yang pertama adalah, cara kita menangani persoalan memang cenderung cari gampang, bukan dilihat dan didalami persoalan, lalu cari solusi, tapi cenderung mencari kambing hitam. Ini terjadi mulai dari persoalan yang sifatnya remeh-temeh sampai persoalan yang serius dan rumit. Kami menilai bahwa cara inilah yang terjadi dalam kasus tuntutan penundaan Pilkada. Jika begini, memang bakal repot terus ke depan, tak akan ada kepastian.”jelasnya
Yang kedua, lanjut Jeirry, tidak tepat jika Pilkada dijadikan kambing hitam kegagalan kita dalam menangani penyebaran covid-19. Sebab, apa bedanya kumpulan orang yang setiap hari beraktifitas di pasar tanpa protokol Covid-19 yang ketat dengan kumpulan massa di Pilkada? Dalam kerangka penanganan Covid-19, mestinya sama saja. Tapi yang disalahkan adalah kumpulan massa dalam Pilkada. Yang di pasar dianggap ok saja, tak masalah.
“yang ketiga kalau mau didalami, ada ketidakberesan penyelenggara yang tak mengantisipasi tahapan pendaftaran calon kemarin, sehingga menjadi ramai diperbincangkan sebagai pembuat cluster penularan Covid-19 baru. Lagi-lagi, ketakberdayaan terhadap Pandemi Covid-19 seolah dijadikan tameng untuk membenarkan kinerja penyelenggara yang tak becus itu.”katanya
Keempat, lanjutnya penyelenggara tak boleh pasrah dan membiarkan seolah memang sudah begitulah keadaannya Pilkada dalam suasana Pandemi Covid-19. Penyelenggara tak boleh merasa bahwa karena Pandemi Covid-19 ini maka mereka tak punya kuasa apa-apa untuk mengatasinya, tanpa berupaya serius memikirkan bagaimana agar tahapan tak menjadi cluster penularan Covid-19. Bukankah mereka diberikan kewenangan oleh UU untuk mengatur, jika perlu memaksa, agar tahapan Pilkada tak menjadi arena penularan Covid-19? Bagi kami itu jelas dalam UU No.6/2020?
“Kelima, dalam kerangka Pilkada dimasa Covid-19 ini, penyelenggara juga mesti menyesuaikan hal-hal dalam tahapan yang berpotensi menjadi media penularan Covid-19. Mekanisme teknis dalam setiap tahapan harus disederhanakan. Tak boleh persis sama dengan pada masa normal. Jika ada hal yang bisa menjadi media penularan, maka itu bisa saja ditiadakan. Itu bagian dari resiko yang harus diambil demi kebaikan dan keselamatan bersama. Tak boleh takut untuk melakukan hal itu.
“Misalnya, dalam tahapan penetapan calon nanti atau kampanye. Pengerahan massa harus dilarang dan jika terjadi harus ditindak dengan tegas. Berikan sangsi sesuai dengan regulasi yang ada,” katanya.
Terakhir atau keenam. Papar Jeirry, jika ditunda, kapan tundanya? Jika menunggu Pandemi Covid-19 berakhir, kapan itu? Bisa satu, dua atau bahkan 5 tahun lagi. Apakah kita harus menunggu selama itu dalam ketidakpastian? Karena tidak ada yang bisa memberikan kepastian, maka bukankah lebih baik kita lanjutkan dengan penerapan protokol kesehatan Covid-19 yang lebih ketat dan penerapan sangsi yang lebih tegas?
“Mari kita pertimbangkan dengan rasional dan objektif demi kebaikan dan keselamatan bersama,” ungkapnya. (LiaN)