Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Oleh: Agus Wiryono
Lirik lagu “Stel Kendo” yang dinyayikan artis Nela Charisma sebenernya cocok menceritakan kehidupan pejabat BPJS Ketenagakerjaan. Dalam lirik lagu tersebut menceritakan kalau ingin hidup senang, dengan mempunyai hidup mulia ya…harus kerja. Sangat tidak mungkin dengan pengin hidup mewah, pengin rumah mewah tetapi tidak bekerja.
Lagu yang dinyanyikan oleh Nella Charisma ini, seolah-olah bicara tentang kehidupan pejabat BPJS Ketenagakerjaan yang sudah menjadi hedonis dan konsumeris. Gaya hidup ini menurut analisis saya karena pejabat tersebut kebal dan bebal terhadap kritik.
Hedonis dan konsumeris seakan-akan menjadi gaya hidup seperti sinetron dan iklan yang sifatnya tidak mendidik sama sekali, seperti:
Mengapresiasi para pejabat BPJS Ketenagakerjaan yang memilih konsumeris, hedonis bak sinetron. Dengan begitu, kita perlu khawatir anggaran BPJS habis dikorupsi. Selain itu, anggaran operasional aparatur BPJS menjadi berkurang, apalagi jika si pejabat BPJS Ketenagakerjaan terlalu memusingkan gaji, mobil dinas, dan fasilitas lainnya.
Akan tetapi, apakah dengan hidup hedonis, konsumeris dan bak artis sinetron, pejabat akan pantas merakyat? Kita bisa mengambil kesimpulan sederhana bahwa pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan akan amburadul dan semrawut. Sebab, ada aspek lain yang perlu diperiksa lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
Keberpihakan politik dan ekonomi si pejabat BPJS Ketenagakerjaan, sejauh mana ia mendorong kebijakan-kebijakannya yang memihak kepentingan rakyat/pekerja bukan untuk kepentingan pribadi dan golongannya.
Dalam dunia gemerlap, hedonis dan konsumeris yang bak sinetron, perbedaan antara mana perilaku serius dan mana cari muka sangat tipis dari pejabat Bpjs Ketenagakerjaan. Maklum, banyak diantara pejabat BPJS itu justru tidak merisih dengan berbagai puja-puji atas dirinya. Bukankah ada sinisme yang berkata “terkadang yang suka gembar-gembor itu adalah tukang jual obat”.
Di masa pandemic ini, pejabat BPJS memang sangat berjarak dari pekerjanya, gaya hidup mereka benar-benar berbeda dengan pekerjanya. Akibatnya, mereka pun seperti terasing di tengah pekerjanya sendiri.
Inilah krisis kita yang paling inti dari pejabat BPJS Ketenagakerjaan, sebuah krisis pada mental dan kepribadian pejabat kita. Inilah penyakit paling berbahaya bagi sebuah bangsa yang masih berjuang, sebuah bangsa yang revolusinya belum selesai. Tetapi segala hal itu adalah tantangan.
Bung Karno mengatakan, tiap-tiap bangsa dalam masa pertumbuhan, tidak peduli warna kulitnya, pasti akan memasuki masa-masa yang menentukan (decisive periods). Fase itu akan menentukan kemajuan atau kemacetan, kejayaan atau turun sama sekali.
Kita tidak butuh pemimpin yang hedonis dan konsumeris, kita butuh pemimpin yang mempunyai kebijakan ekonomi politik yang memihak kepada pekerja. Pejabat yang hedonis dan konsumeris itu tidak gunanya karena dia punya kebijakan ekonomi-politik yang merugikan kepentingan rakyat banyak.
Kita butuh pejabat yang seperti Bung Karno dan Bung Hatta, sederhana dan anti KKN, kita butuh pemimpin yang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat/pekerja.
Penulis adalah Wakil Ketua Bidang Buruh dan Tani Alumni GMNI DPD DKI Jakarta