Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Jakarta-Mediaindonesindews.com: Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasca 24 tahun diberlakukan, dinilai masih belum efektif dalam menyelesaikan persoalan yang timbul di masyarakat. Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Mohamad Hekal saat melakukan kunjungan kerja ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) untuk menggali masukan guna membahas revisi UU tersebut.
“Undang-undang eksisting belum mengikuti perkembangan zaman khususnya pengaturan tetang perkembangan metode perdagangan dengan sistem elektronik (e-commerce) dan crossed border transaction antar negara," ujar Hekal di saat pertemuan kunjungan kerja Panja Perlindungan Konsumen, Selasa (4/4).
Menurut Hekal, undang-undang yang ada saat ini juga belum memisahkan secara jelas dan tegas tentang tanggung jawab pelaku usaha barang dan penyedia jasa. Selain itu, Hekal juga menyebutkan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) juga dinilai saat ini belum optimal untuk mengatasi masalah konsumen.
"Pengaturan tentang kelembagaan pelindungan konsumen yang saat ini dilakukan oleh BPKN dan BPSK dinilai belum optimal dalam mengatasi permasalahan yang ada saat ini sehingga perlu dilakukan penguatan," ucap Politisi Fraksi Partai Gerindra ini.
Selain itu Panja Perlindungan Konsumen juga meminta masukan kepada para akademisi FH UI mengenai pengaturan tentang sanksi pelaku usaha, baik sanksi administratif, ganti rugi, maupun pidana yang perlu dipertegas.
Kemudian, perlindungan data konsumen juga dinilai belum diatur dalam undang-undang eksisting. Karena itu, perlu sinkronisasi dengan berbagai undang-undang sektoral yang dikeluarkan setelah UU tentang Perlindungan Konsumen.
"Melihat beberapa permasalahan tersebut, perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dinilai sangat urgen untuk dilaksanakan. Sehingga, Undang-Undang tentang Pelindungan Konsumen telah menjadi Prolegnas Prioritas Tahun 2023," pungkasnya. (*)