Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Bangli-MediaIndonesianews.com: Polemik dualisme kepemimpinan yang terjadi di Desa Adat Selat, Susut, Bangli sejak 2015 dibawa ke Gedung DPRD Bangli. Ratusan warga datang menghadiri pertemuan yang dihadiri Ketua DPRD I Ketut Suastika, Wakil Ketua I Komang Carles, Majelis Madya Desa Adat (MMDA), PHDI, dan pihak terkait lainnya sempat diwarnai ketegangan, Senin (23/6),
Permasalahan berawal dari terpilihnya I Ketut Pradnya sebagai Bendesa Adat melalui SK Majelis Agung Provinsi Bali sedangkan kubu Nengah Mula terus mempersoalkan proses pemilihan tersebut, ketegangan kembali meningkat setelah terjadi pemilihan bendesa baru yang hanya melibatkan 150 warga yang terdaftar (krama ngarep).
Akibatnya kubu Nengah Mula menolak hasil pemilihan tersebut dan menuntut agar seluruh kepala keluarga (krama) diberikan hak suara dalam pemilihan Bendesa Adat. Mereka juga meminta agar aturan adat (awig-awig) yang mengatur pemilihan Bendesa diubah, agar semua kepala keluarga dapat berpartisipasi.
Menurut Wayan Setiem, salah satu perwakilan warga menyebutkan bahwa awig-awig tersebut dibuat terburu-buru saat Desa Selat mengikuti lomba Desa Adat pada 1990 dan kini dinilai tidak relevan lagi.
Ketua DPRD Bangli, I Ketut Suastika mengungkapkan bahwa DPRD tidak bisa mencampuri otonomi desa adat. Namun, ia mengharapkan MMDA Kabupaten Bangli untuk sementara menunda pelantikan Bendesa Adat yang baru agar tidak memperkeruh situasi.
Ia juga menunggu arahan dari Bupati Bangli untuk mencari solusi terbaik.
Dalam pertemuan di DPRD Bangli tersebut belum menghasilkan kesepakatan, inronisnya pernyataan Sekretaris MMDA dan Petajuh I MMDA yang dinilai tidak sesuai fakta oleh warga menambah memperparah situasi saat pertemuan. (JroBudi)