Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Jakarta-mediaindonesianews.com: Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 336 Tahun 2021 tentang Penetapan Satuan Pendidikan yang melaksanakan uji coba terbatas pembelajaran campuran pada masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), maka ditetapkan 85 sekolah dari jenjang SD, SMP, SMA dan SMK yang lolos dalam verikasi untuk menyelenggarakan PTM, baik sekolah negeri maupun swasta.
Dimana uji coba PTM terbatas di DKI Jakarta berlangsung pada 7 April 2021 selama sekitar 3 jam per hari, namun kemudian pada bulan ramadhan terjadi pengurangan lamanya jam belajar, yang semula 3 jam per hari menjadi hanya 2 jam saja per hari.
Sebelum melaksanakan piloting uji coba PTM secara terbatas, Pemprov DKI Jakarta dan Dinas Pendidikan sudah melakukan beberapa kali rapat yang juga mengundang KPAI, IDAI dan stakeholder terkait untuk dimintai pendapat atau masukan. Bahkan, rapat terakhir dihadiri juga oleh Gubenur DKI Jakarta, perwakilan Kemdikbud dan Kementerian Agama RI.
Berdasarkan pemantauan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari daftar piloting tersebut menunjukkan bahwa jenjang pendidikan SD yang terbanyak mengikuti ujicoba PTM , dan SMA yang paling sedikit, bahkan tidak ada SMA Negeri yang ikut dalam piloting ujicoba PTM secara terbatas di DKI Jakarta.
“Tercatat ada 5 SMA swasta, 1 Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dan 1 Madrasah Aliyah Swasta. Adapun Madrasah yang mengikuti ujicoba PTM ada enam (6), mulai dari jenjang MI, MTs sampai MA. Pihak Kanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta juga sudah meminta KPAI melakukan pengawasan ke enam (6) madarasah yang melakukan ujicoba PTM. Rencananya pada Senin (19/4) KPAI akan pengawasan ke MTs Negeri 32 Jakarta”, papar Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan dalam keterangannya Sabtu (17/4).
Dalam hal tersebut KPAI merekomendasi bahwa, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta perlu melakukan nota kesepahaman terkait pendamping sekolah dalam PTM, dimana sekolah wajib diberikan edukasi dan arahan dalam penyusunan protocol kesehatan /SOP Adaptasi kebiasaan Baru (AKB) di satuan pendidikan. Selain itu, sekolah dapat mengakses layanan fasilitas kesehatan terdekat ketika ditemukan kasus warga sekolah yang suhunya di atas 37,3 derajat atau ada warga sekolah yang pingsan saat PTM berlangsung;
“yang kedua KPAI mengapresiasi ujicoba PTM terbatas di provinsi DKI Jakarta hanya dilakukan pada sedikit sekolah yaitu sebanyak 85 sekolah dari ribuan sekolah yang ada. Selain itu hanya sekitar seperlima jumlah siswa yang mengikuti PTM secara terbatas, Hanya siswa kelas 4-6 yang mengikuti ujicoba PTM untuk jenjang SD, sedangkan siswa kelas 1-3 SD belum dilibatakan dalam PTM, karena tidak mudah mendidik anak-anak dengan kebiasaan baru di sekolah saat masih masa pandemic covid-19.”katanya
Selanjutnya yang ketiga kata Retno, KPAI mendorong Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta untuk tidak mengujicoba PTM peserta didik di kelas bawah jenjang SD dan PAUD sebelum dipastikan bahwa peserta didik kelas 4-6 sudah mampu patuh pada protocol kesehatan. Terlalu riskan menguji coba PTM pada peserta didik kelas 1-3 SD, apalagi peserta di jenjang PAUD;
“keempat, KPAI juga mengapresiasi Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta juga membuka layanan pengaduan terkait ujicoba PTM terbatas sebagai wujud partisipasi public. Selain itu, juga akan mengevaluasi jalannya PTM terbatas per dua minggu.” jelasnya
Lebih lanjut Retno menjelaskan bahwa, KPAI akan memberikan catatan dan rekomendasi dari sekolah-sekolah di DKI Jakarta yang diawasi KPAI. Untuk pengawasan di SDN Kenari 08 Jakarta, ibeberapa catatan lapangan yang ditemukan KPAI saat ujicoba PTM secara terbatas perlu menjadi dasar evaluasi perbaikan kedepannya, seperti letak ruang isolasi harus dipindah dekat pintu gerbang, perlu ada jeda istirahat dari lamanya belajar 3 jam tanpa isirahat di jenjang SD karena melelahkan guru kelasnya, perlu dievaluasi juga untuk mengatasi kelelahan guru ketika harus melayani PTM dan juga PJJ, penggunaan masker di dalam semestinya sudah cukup, dengan catatan tidak boleh dilepas atau diturunkan ke dagu, sehingga tidak perlu mengenakan field shield karena menimbulkan kekurangan nyamanan bagi para siswa SD.
“perlu ada nota kesepahaman antara pihak sekolah dengan fasilitas kesehatan terdekat dengan sekolah untuk membantu mengatasi kondisi darurat, perlu ada evaluasi jam masuk dan jam pulang agar tidak tertumpuk (menimbulkan kerumunan), jeda yang dilakukan antara kelas yang pertama dengan kelas berikutnya hanya 3 menit, sehingga tertumpuk saat pulang dan anak-anak belum dijemput. Hal ini perlu dievaluasi agar jedanya dibuat lebih panjang. dan harus diingatkan para orangtua tidak terlambat menjemput anaknya pada jam yang telah ditentukan. Peran dan kesiapan orangtua sangat penting demi melindungi anak-anak dari penularan covid 19,” pungkas Retno. (Tim Red).